Jumat, 07 Desember 2012

FUNGSI EMOSI DAN TAHAPAN EMOSI AUD


Ada beberapa fungsi emosi dalam kehidupan yaitu :
  1. Fungsi emosi yaitu memotivasi, memotivasi tindakan yang ditujukan untuk pencapaian tujuan tertentu. Emosi-emosi tertentu mendorong seseorang melakukan tindakan tertentu. Misalnya pada saat mengalami emosi cinta kepada boneka barbie. Karena emosi itu, anak berbuat macam-macam hal untuk menarik perhatian orang tua agar membeli mainan yang disukainya. Dan anak melakukan apa saja agar keinginannya tercapai.
  2. Merupakan bentuk komunikasi sehingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang lain. Contohnya : anak yang merasakan sakit biasanya mengekspresikannya dengan menangis. Menangis merupakan bentuk komunikasi anak dengan lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam bentuk bahasa verbal.
  3. Menimbulkan respon otomatis sebagai persiapan menghadapi krisis. Contohnya  jika tiba-tiba anak bertemu dengan ular. anak mungkin merasa terkejut dan lalu melompat. Karena terkejut itulah maka anak selamat dari gigitan ular. Tiba-tiba saja anak melompat. Dan  juga saat ketika anak bertemu harimau di hutan, karena anak takut maka anak tersebut melarikan diri. Tanpa berpikir apapun anak lari begitu saja. Artinya, keadaan krisis bisa dilewati karena anak memiliki respon otomatis. anak otomatis merespon ular dengan melompat, dan merespon harimau dengan berlari. Dan  juga ketika anak dimarahi oleh orang tuanya karena tidak membereskan mainannya. anak merasa takut. Jika tidak dibereskan maka tidak akan diperbolehkan memainkan mainan tersebut . Oleh karena rasa takut itu, maka anak berusaha menyelesaikan pekerjaan tersebut.
  4. Menyesuaikan reaksi dengan kondisi khusus. Pada saat Anak ditinggalkan oleh orang yang disayanginya, Anak akan bersedih hati. Dengan adanya rasa sedih membuat Anak menyesuaikan diri dengan reaksi yang tepat untuk kondisi kehilangan. Lalu misalnya kita sedang berlayar di lautan dengan kapal laut. Saat itu ada badai besar menerjang. Kapal kita digoncang kesana kemari. Kita jadi lebih hati-hati karena emosi cemas karena takut akan terbalik kapal tersebut,untuk itu kita jadi lebih waspada. Dan kita lalu memakai pelampung, berpegangan erat, atau melakukan tindakan keamanan lainnya.
  5. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya
  • Tingkah laku emosi anak yang ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai dirinya sendiri. Contoh; jika seorang anak sering mengekspresikan ketidaknyamannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia sebagai anak yang “cengeng”.
  • Emosi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui reaksi-reaksi yang ditampilkan lingkungannya.  Melalui reaksi lingkungan sosial anak dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima lingkungannya. contohnya jika anak melemparkan mainannya saat marah, reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau menolaknya.
  • Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan, Artinya jika ada yang ditampilkan dapat menentukan iklim psikologis lingkungan. Contohnya  jika ada seorang  anak yang pemarah dalam suatu kelompok, maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis lingkungannya saat itu.
  • Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Contohnya  jika seorang anak yang ramah dan suka menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
  • Ketegangan emosi yang dimiliki anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas motirik dan mental anak. Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu situasi. Dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas. Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting karena takut akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tua. Aktivitas finger panting ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya.
  • Meningkatkan daya ingat terhadap memori tertentu Anak akan lebih mengingat kembali kenangan-kenangan yang diliputi oleh emosi yang kuat. Contohnya  saat anda mengingat saat-saat dimana anak tersebut merasa sangat ketakutan. Misalnya diancam preman, diserang anjing, atau yang lain.
Tahapan perkembangan emosional AUD dan berikan contoh stimulasi disetiap tahapan
Perkembangan Emosional Anak Sesuai Tahapan Usia nya yaitu :
  1. Usia Infant (0 – 2 Tahun)
Sejak lahir, seorang individu sudah memiliki kemampuan untuk merasakan dan memberi respon emosi dalam bentuk tertarik pada sesuatu, merasa tertekan dan merasa jijik. Bayi sudah bisa memberikan senyuman social sebagai bentuk ekpsresi emosi, pada usia mulai 4-6 minggu. Emosi-emosi yang lain berkembang secara bertahap dan ditunjukkan dengan semakin banyaknya respon ketika anak berkembang seiring dengan waktu. Emosi marah, terkejut dan sedih mulai muncul pada usia 3-4 bulan, dan anak mulai bisa merasakan takut pada usia antara 5 – 7 bulan. Rasa malu mulai muncul pada usia 6-8 bulan, dan perasaan bersalah baru muncul pada usia anak 2 tahun dan ketika itu orang tua harus menstimulasi perkembangan emosi anak dengan tidak bereaksi negatif saat anak rewel atau marah, atau perasaan bersalah anak.
Ketika anak belum bisa bicara, mereka menggunakan emosi, khususnya senyuman dan tangisan untuk berkomunikasi. Untuk itu orang tua harus memberikan rasa cinta, nyaman dan mengajak anak untuk berkomunikasi dan mengajak anak untuk mengekspresikan emosinya, stimulasi anak agar bisa tersenyum dan tertawa. Senyuman bayi mengkomunikasikan rasa senang dan nyaman kepada orang tuanya, dan meningkatkan semakin banyaknya pernyataan cinta dan perhatian yang disampaikan oleh orang tuanya. Sebaliknya, tangisan merupakan bentuk komunikasi dari perasaan tertekan karena lapar, sakit atau marah. Sebagai orang tua harus peka dan cepat Responsivitas dan kecepatan serta ketepatan orang tua bereaksi terhadap tangisan tersebut agar menguatkan rasa percaya dan membuat anak membentuk attachment (kelekatan) dengan orang tuanya. Sebagai dasar dari tumbuhnya rasa percaya dan rasa aman anak terhadap dunianya.
  1. Usia Prasekolah (2- 6 Tahun)
Secara emosional, anak-anak prasekolah sudah bisa merasakan cinta dan mempunyai kemampuan untuk menjadi anak yang penuh kasih sayang, baik dan sangat menolong, dan pada saat yang bersamaan bisa juga sangat egois dan agresif. Ketika anak-anak prasekolah ini memiliki model/orang tua/pengasuh yang penuh kehangatan dan cinta serta merawat mereka dengan kasih sayang, mereka akan menjadikan cinta sebagai landasan dari dunia mereka, dan bisa diajari untuk peduli dan mau membantu atau menolong orang lain. Cara menstimulasi emosi pada tahapan ini yaitu dengan cara guru atau orang tua harus menjadi contoh teladan yang baik dan juga Memberikan contoh pada anak, disaat yang sama mengajak anak untuk sama-sama menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikan itu sebagai pembiasaan. Hal ini bisa dilakukan dengan memberi contoh yang menyenangkan bagi anak,  contohnya dengan melaluin membacakan cerita, melalui gambar, menyanyi, menari, bermain drama, atau kegiatan-kegiatan kooperatif lainnya kepada anak.
Anak sudah bisa merasakan dan menyadari jika ada anak lain yang sedih, merasa bersimpati dan ingin menolong. Namun demikian, karena mereka belum bisa berpikir dari sudut pandang orang lain, mereka belum bisa diharapkan untuk berempati. Ketika anak semakin matang, mereka akan mampu untuk mengidentifikasi atau mengenali perasaan mereka, dan menghubungkannya dengan kejadian/peristiwa yang spesifik. Contohnya anak usia 3 tahun bisa menceritakan perbedaan antara reaksi senang dan sedih pada sebuah cerita, dan seiring dengan meningkatnya kemampuan bahasa mereka, anak usia 4 dan 5 tahun sudah bisa menyampaikan perasaan mereka pada orang lain. Namun dalam mengasah rasa empati anak, Guru atau orang tua bisa mengembangkan empati melalui percakapan-percakapan ringan disetiap hari contohnya “kasihan rudi, kelihatannya dia bingung, mungkin dia butuh pertolongan .....”
Anak-anak ini sudah bisa mengekspresikan emosi dasar dari rasa marah dan takut, baik dengan cara yang positif maupun negative. Marah sebagai bentuk pernyataan asertif, merupakan dasar dari cara anak mengembangkan kemampuan inisiatif, dan bisa mendorongnya kearah prestasi dan penyelesaian masalah. Rasa takut, yang diekspresikan dalam bentuk kecemasan yang ringan justru bisa menjadi sebuah motivator bagi mereka. Marah juga bisa mereka ekspresikan dalam bentuk agresisivitas, biasanya hal ini disebabkan karena mainan dan ruang bermain atau tempat untuk bereksplorasi yang kurang, dan orang tua atau guru harus memahami apa yang dibutuhkan anak, dan kecemburuan biasanya berkaitan dengan persaingan antar saudara kandung. Guru atau orang tua harus bisa adil agar tidak ada kecemburuan pada anak dan mengarahkan rasa kecemburuan tersebut kearah yang positif.
Anak prasekolah hanya mengekspresikan satu emosi pada satu waktu, dan belum bisa memadukan emosi atau perasaan dari hal-hal yang membingungkan, seperti yang dirasakan oleh anak-anak yang lebih besar. Karena itu, anak-anak ini menjadi bingung dan sulit untuk membedakan emosi mereka, dan tidak tahu bagaimana cara menyampaikan apa yang mengganggu atau apa yang mereka inginkan. Guru menstimulasi anak untuk mengenali dasar dasar emosi anak atau bentuk ekspresi emosi anak.
  1. Usia Sekolah (6- 12 Tahun)
Perkembangan emosi anak usia sekolah kurang lebih sama dengan anak usia prasekolah, namun karena kemampuan kognitif mereka sudah lebih berkembang, hal ini memungkinkan mereka untuk bisa mengekpresikan emosinya dengan lebih bervariasi, dan terkadang bisa mengekpresikan secara bersamaan dua bentuk emosi yang berbeda dan bahkan bertolak belakang.
Perkembangan kemampuan kognitif mereka juga yang membuat anak-anak usia antara 6-8 tahun sudah mengetahui bahwa orang lain bisa punya perasaan dan pikiran berbeda mengenai suatu hal. Pada usia 8-10 tahun mereka bisa mempersepsi/mengira-ngira mengenai apa yg orang lain pikir dan rasakan, dan pada usia 12 tahun keatas mereka sudah mampu menganalisa dan mengevaluasi cara mereka merasakan atau memikirkan sesuatu, begitu juga orang lain, dan mereka sudah mulai bisa merasakan bentuk empati yang lebih dalam.
Pengetahuan mengenai benar – salah dan perkembangan emosi mengenai perasaan benar dan salah pada anak usia ini ditentukan oleh aturan yang ada dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan teman sebaya mereka. Begitu anak-anak tumbuh dan berkembang, mereka semakin matang untuk membentuk aturan dan nilai-nilai mereka sendiri dalam kerangka social dan budaya yang lebih luas. Anak-anak pada usia 6-7 tahun mengetahui adanya aturan, dan menganggap hal tersebut tidak bisa diubah, dan mereka selalu memikirkan mengenai hukuman yang akan mereka dapat jika mereka melanggar aturan. Mulai usia 10 tahun keatas, mereka mulai bisa mempertimbangkan antara tujuan tingkah laku dan konsekuensinya, mereka juga menyadari bahwa sebuah tingkah laku bisa memiliki makna berbeda tergantung sudut pandangnya. Mereka juga tahu bahwa aturan bisa diubah dan dikompromikan.
Gottman dan DeClaire (2008:214) membahas tentang tahapan perkembangan emosi ketika anak mulai tumbuh dan berkembang,yaitu :
  1. Usia 0-6 bulan
Bayi mampu memperlihatkan senyuman pada beberapa minggu setelah lahir dan melakukan percakapan non verbal dengan orang tuanya, memperlihatkan ekspresi-ekspresi dan suara suara yang merupakan awal dari komunikasi emosional. Apabila orang tua peka terhadap bayi, maka komunikasi emosional akan terjalin dengan baik. Jadi  orang tua harus memberikan rasa cinta dan kasih sayang dan berkomunikasi untuk menciptakan rasa aman kepada anak dan menjalin kedekatan kepada anak agar anak merasa diperhatikan dan dikasihi.
  1. Usia 6-8 bulan
Bayi mulai mengenal dan tertarik dengan orang-orang, benda-benda, dan tempat disekelilingnya, mulai menemukan cara baru untuk mengungkapkan perasaan senang, takut, kecewa, dan rasa ingin tahunya. Pada usia delapan bulan bayi mulai merangkak kemana-mana, mampu mengenali orang yang dijumpai dan takut pada orang yang asing baginya. Bayi berusaha lekat pada orang tuanya untuk memperoleh rasa aman dan nyaman.
  1. Usia 9-12 bulan
Bayi mulai memahami bahwa ia dapat berbagi emosi dengan orang lain yang akan memperkuat ikatan emosionalnya. Pemahaman ini penting untuk pelatihan emosi.
  1. Usia 1-3 tahun
Anak mulai senang bertemu dengan anak-anak yang lain, mulai membangkang dan pada masa ini pengembangan emosi menjadi sarana yang penting dalam mencegah anak-anak frustasi atau marah-marah.
  1. Usia 4-7 tahun
Anak senang keluar dari rumah, bertemu teman baru, dan mempelajari banyak hal karena rasa ingin tahunya. Orangtua diharapkan mulai melatih anak menahan tingkah laku yang tidak baik, memusatkan perhatian dan mengatur diri sendiri. Anak harus mulai belajar mengatur emosinya dan bagaimana berkomunikasi dengan orang lain. Anak mulai takut mimpi buruk, takut mendengar pertengkaran orang tua, dan takut ditinggalkan. Dan guru atau orang tua harus memahami apa yang dibutuhkan anak.
Selain stimulasi yang diberikan berdasarkan tahapan perkembangan emosi anak ada juga  stimulasi untuk perkembangan emosi yang sehat untuk anak yaitu :
  1. Pengasuhan yang sensitive dan responsif
  1. Memahami apa yang dibutuhkan anak
  2. Tidak bereaksi negatif saat anak rewel atau marah
  3. Menanggapi dengan tepat apa yang menjadi kebutuhan anak
  4. Senang bermain dengan anak dan tertarik dengan aktivitas anak

  1. Penggunaan disiplin positif
  1. Fokus pada tingkah laku positif anak
  2. Menghilangkan tingkah laku negatif anak tanpa omelan dan hukuman fisik
  3. Meyakini bahwa tidak ada anak yang nakal
  4. Mengajarkan disiplin dengan cinta dan kasih sayang

  1. Metode disiplin positif
  1. Spesial Moment, berarti anak mendapatkan perhatian yang special dengan kualitas yang khusus sebagai bentuk dedikasi orang tua padanya di waktu-waktu tertentu. Special moment merupakan alat untuk membawa self esteem anak naik mencapai derajat tertentu. Special moment dapat mengambil situasi-situasi yang biasa terjadi dalam interaksi anak dan orang tua, namun yang melibatkan afeksi secara mendalam. Untuk anak-anak yang lebih muda, special moment bisa terjadi saat orang tua memeluk anak ketika bangun di pagi hari, permainan-permainan seperti saatnya berpelukan atau saat membacakan buku menjelang tidur.
  2. I – message, I-message tidak menyalahkan, tidak menilai tingkah laku yang dipermasalahkan, terutama ketika bertabrakan dengan kebutuhan yang menyatakannya. I-messages menggambarkan bagaimana tingkah laku yang tidak bisa diterima berdampak pada yang menyatakannya, dan bagaimana itu mempengaruhi perasaannya. I-messages mengkonfrontasi tingkah laku yang dikeluhkan dan bukan orangnya. Salah satu contoh I-messages adalah sebagai berikut: ” jika kamu membuang pasir dari kotak pasir ke karpet, maka ibu membutuhkan banyak waktu untuk membersihkannya, dan ibu tidak suka itu”. Bukan, ”kamu nakal sekali mengotori karpet dengan pasir”
  3. Positif Recognition, adalah Menghargai dan mengapresiasi untuk setiap hal baik yang dilakukan anak, bisa berbentuk ekspresi fisik (memeluk, mencium, mengelus) atau pemberian hadiah.
  4. Konsekuensi tingkah laku, Anak-anak harus belajar dan diajari bahwa tingkah laku mereka memiliki konsekuensi. Jika orang tua memberi aturan atau melarang mereka melakukan sesuatu yang berbahaya, tujuannya adalah mengajarkan mereka mengenai konsekuensi dari tingkah lakunya. Dengan cara ini, mereka dapat memahami serta mengapresiasi bahwa orang tua membantu atau melarang dengan tujuan agar mereka tidak mendapat konsekuensi yang negatif
  5. Kees-erziehen, merupakan singkatan kees, merupakan kependekan dari cooperative, encouraging, social and situation-oriented. Kees-erziehen mengidentifikasi empat kebutuhan social dasar pada individu yaitu:
                    to belong and feel loved (rasa dimiliki dan dicintai)
                    to be important (merasa penting)
                    to be able to influence (bisa memberi pengaruh)
                    to feel protected dan secure (merasa terlindungi dan aman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar