Ada beberapa fungsi emosi dalam kehidupan yaitu :
- Fungsi emosi yaitu memotivasi,
memotivasi tindakan yang ditujukan untuk pencapaian tujuan tertentu. Emosi-emosi
tertentu mendorong seseorang melakukan tindakan tertentu. Misalnya pada
saat mengalami emosi cinta kepada boneka barbie. Karena emosi itu, anak
berbuat macam-macam hal untuk menarik perhatian orang tua agar membeli
mainan yang disukainya. Dan anak melakukan apa saja agar keinginannya
tercapai.
- Merupakan bentuk komunikasi
sehingga anak dapat menyatakan segala kebutuhan dan perasaannya pada orang
lain. Contohnya : anak yang merasakan sakit biasanya mengekspresikannya
dengan menangis. Menangis merupakan bentuk komunikasi anak dengan
lingkungannya pada saat ia belum mampu mengutarakan perasaannya dalam
bentuk bahasa verbal.
- Menimbulkan respon otomatis
sebagai persiapan menghadapi krisis. Contohnya jika tiba-tiba anak bertemu dengan ular.
anak mungkin merasa terkejut dan lalu melompat. Karena terkejut itulah
maka anak selamat dari gigitan ular. Tiba-tiba saja anak melompat.
Dan juga saat ketika anak bertemu
harimau di hutan, karena anak takut maka anak tersebut melarikan diri.
Tanpa berpikir apapun anak lari begitu saja. Artinya, keadaan krisis bisa
dilewati karena anak memiliki respon otomatis. anak otomatis merespon ular
dengan melompat, dan merespon harimau dengan berlari. Dan juga ketika anak dimarahi oleh orang
tuanya karena tidak membereskan mainannya. anak merasa takut. Jika tidak
dibereskan maka tidak akan diperbolehkan memainkan mainan tersebut . Oleh
karena rasa takut itu, maka anak berusaha menyelesaikan pekerjaan
tersebut.
- Menyesuaikan reaksi dengan
kondisi khusus. Pada saat Anak ditinggalkan oleh orang yang disayanginya,
Anak akan bersedih hati. Dengan adanya rasa sedih membuat Anak
menyesuaikan diri dengan reaksi yang tepat untuk kondisi kehilangan. Lalu
misalnya kita sedang berlayar di lautan dengan kapal laut. Saat itu ada
badai besar menerjang. Kapal kita digoncang kesana kemari. Kita jadi lebih
hati-hati karena emosi cemas karena takut akan terbalik kapal
tersebut,untuk itu kita jadi lebih waspada. Dan kita lalu memakai
pelampung, berpegangan erat, atau melakukan tindakan keamanan lainnya.
- Emosi berperan dalam mempengaruhi
kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya
- Tingkah laku emosi anak yang
ditampilkan merupakan sumber penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya.
Penilaian lingkungan sosial ini akan menjadi dasar individu dalam menilai
dirinya sendiri. Contoh; jika seorang anak sering mengekspresikan
ketidaknyamannya dengan menangis, lingkungan sosialnya akan menilai ia
sebagai anak yang “cengeng”.
- Emosi yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dapat mempengaruhi interaksi sosial anak melalui
reaksi-reaksi yang ditampilkan lingkungannya. Melalui reaksi lingkungan sosial anak
dapat belajar untuk membentuk tingkah laku emosi yang dapat diterima
lingkungannya. contohnya jika anak melemparkan mainannya saat marah,
reaksi yang muncul dari lingkungannya adalah kurang menyukai atau
menolaknya.
- Emosi dapat mempengaruhi iklim
psikologis lingkungan, Artinya jika ada yang ditampilkan dapat menentukan
iklim psikologis lingkungan. Contohnya
jika ada seorang anak yang
pemarah dalam suatu kelompok, maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis
lingkungannya saat itu.
- Tingkah laku yang sama dan
ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. Contohnya jika seorang anak yang ramah dan suka
menolong merasa senang dengan perilakunya tersebut dan lingkungan pun
menyukainya maka anak akan melakukan perbuatan tersebut berulang-ulang
hingga akhirnya menjadi kebiasaan.
- Ketegangan emosi yang dimiliki
anak dapat menghambat atau mengganggu aktivitas motirik dan mental anak.
Seorang anak yang mengalami stress atau ketakutan menghadapi suatu
situasi. Dapat menghambat anak tersebut untuk melakukan aktivitas.
Misalnya, seorang anak akan menolak bermain finger painting karena takut
akan mengotori bajunya dan dimarahi orang tua. Aktivitas finger panting
ini sangat baik untuk melatih motorik halus dan indra perabaannya.
- Meningkatkan daya ingat terhadap
memori tertentu Anak akan lebih mengingat kembali kenangan-kenangan yang
diliputi oleh emosi yang kuat. Contohnya
saat anda mengingat saat-saat dimana anak tersebut merasa sangat
ketakutan. Misalnya diancam preman, diserang anjing, atau yang lain.
Tahapan perkembangan emosional AUD dan berikan contoh stimulasi
disetiap tahapan
Perkembangan Emosional Anak Sesuai Tahapan Usia nya yaitu :
- Usia Infant (0 – 2 Tahun)
Sejak lahir, seorang individu sudah
memiliki kemampuan untuk merasakan dan memberi respon emosi dalam bentuk
tertarik pada sesuatu, merasa tertekan dan merasa jijik. Bayi sudah bisa
memberikan senyuman social sebagai bentuk ekpsresi emosi, pada usia mulai 4-6
minggu. Emosi-emosi yang lain berkembang secara bertahap dan ditunjukkan dengan
semakin banyaknya respon ketika anak berkembang seiring dengan waktu. Emosi
marah, terkejut dan sedih mulai muncul pada usia 3-4 bulan, dan anak mulai bisa
merasakan takut pada usia antara 5 – 7 bulan. Rasa malu mulai muncul pada usia
6-8 bulan, dan perasaan bersalah baru muncul pada usia anak 2 tahun dan ketika
itu orang tua harus menstimulasi perkembangan emosi anak dengan tidak bereaksi
negatif saat anak rewel atau marah, atau perasaan bersalah anak.
Ketika anak belum bisa bicara, mereka
menggunakan emosi, khususnya senyuman dan tangisan untuk berkomunikasi. Untuk
itu orang tua harus memberikan rasa cinta, nyaman dan mengajak anak untuk
berkomunikasi dan mengajak anak untuk mengekspresikan emosinya, stimulasi anak
agar bisa tersenyum dan tertawa. Senyuman bayi mengkomunikasikan rasa senang
dan nyaman kepada orang tuanya, dan meningkatkan semakin banyaknya pernyataan
cinta dan perhatian yang disampaikan oleh orang tuanya. Sebaliknya, tangisan
merupakan bentuk komunikasi dari perasaan tertekan karena lapar, sakit atau
marah. Sebagai orang tua harus peka dan cepat Responsivitas dan kecepatan serta
ketepatan orang tua bereaksi terhadap tangisan tersebut agar menguatkan rasa
percaya dan membuat anak membentuk attachment (kelekatan) dengan orang tuanya.
Sebagai dasar dari tumbuhnya rasa percaya dan rasa aman anak terhadap dunianya.
- Usia Prasekolah (2- 6 Tahun)
Secara emosional, anak-anak prasekolah
sudah bisa merasakan cinta dan mempunyai kemampuan untuk menjadi anak yang
penuh kasih sayang, baik dan sangat menolong, dan pada saat yang bersamaan bisa
juga sangat egois dan agresif. Ketika anak-anak prasekolah ini memiliki
model/orang tua/pengasuh yang penuh kehangatan dan cinta serta merawat mereka
dengan kasih sayang, mereka akan menjadikan cinta sebagai landasan dari dunia
mereka, dan bisa diajari untuk peduli dan mau membantu atau menolong orang
lain. Cara menstimulasi emosi pada tahapan ini yaitu dengan cara guru atau
orang tua harus menjadi contoh teladan yang baik dan juga Memberikan contoh
pada anak, disaat yang sama mengajak anak untuk sama-sama menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari dan menjadikan itu sebagai pembiasaan. Hal ini bisa
dilakukan dengan memberi contoh yang menyenangkan bagi anak, contohnya dengan melaluin membacakan cerita,
melalui gambar, menyanyi, menari, bermain drama, atau kegiatan-kegiatan
kooperatif lainnya kepada anak.
Anak sudah bisa merasakan dan
menyadari jika ada anak lain yang sedih, merasa bersimpati dan ingin menolong.
Namun demikian, karena mereka belum bisa berpikir dari sudut pandang orang
lain, mereka belum bisa diharapkan untuk berempati. Ketika anak semakin matang,
mereka akan mampu untuk mengidentifikasi atau mengenali perasaan mereka, dan
menghubungkannya dengan kejadian/peristiwa yang spesifik. Contohnya anak usia 3
tahun bisa menceritakan perbedaan antara reaksi senang dan sedih pada sebuah
cerita, dan seiring dengan meningkatnya kemampuan bahasa mereka, anak usia 4
dan 5 tahun sudah bisa menyampaikan perasaan mereka pada orang lain. Namun
dalam mengasah rasa empati anak, Guru atau orang tua bisa mengembangkan empati
melalui percakapan-percakapan ringan disetiap hari contohnya “kasihan rudi,
kelihatannya dia bingung, mungkin dia butuh pertolongan .....”
Anak-anak ini sudah bisa
mengekspresikan emosi dasar dari rasa marah dan takut, baik dengan cara yang
positif maupun negative. Marah sebagai bentuk pernyataan asertif, merupakan
dasar dari cara anak mengembangkan kemampuan inisiatif, dan bisa mendorongnya
kearah prestasi dan penyelesaian masalah. Rasa takut, yang diekspresikan dalam
bentuk kecemasan yang ringan justru bisa menjadi sebuah motivator bagi mereka.
Marah juga bisa mereka ekspresikan dalam bentuk agresisivitas, biasanya hal ini
disebabkan karena mainan dan ruang bermain atau tempat untuk bereksplorasi yang
kurang, dan orang tua atau guru harus memahami apa yang dibutuhkan anak, dan
kecemburuan biasanya berkaitan dengan persaingan antar saudara kandung. Guru
atau orang tua harus bisa adil agar tidak ada kecemburuan pada anak dan
mengarahkan rasa kecemburuan tersebut kearah yang positif.
Anak prasekolah hanya mengekspresikan
satu emosi pada satu waktu, dan belum bisa memadukan emosi atau perasaan dari
hal-hal yang membingungkan, seperti yang dirasakan oleh anak-anak yang lebih
besar. Karena itu, anak-anak ini menjadi bingung dan sulit untuk membedakan
emosi mereka, dan tidak tahu bagaimana cara menyampaikan apa yang mengganggu
atau apa yang mereka inginkan. Guru menstimulasi anak untuk mengenali dasar
dasar emosi anak atau bentuk ekspresi emosi anak.
- Usia Sekolah (6- 12 Tahun)
Perkembangan emosi anak usia sekolah
kurang lebih sama dengan anak usia prasekolah, namun karena kemampuan kognitif
mereka sudah lebih berkembang, hal ini memungkinkan mereka untuk bisa
mengekpresikan emosinya dengan lebih bervariasi, dan terkadang bisa
mengekpresikan secara bersamaan dua bentuk emosi yang berbeda dan bahkan
bertolak belakang.
Perkembangan kemampuan kognitif mereka
juga yang membuat anak-anak usia antara 6-8 tahun sudah mengetahui bahwa orang
lain bisa punya perasaan dan pikiran berbeda mengenai suatu hal. Pada usia 8-10
tahun mereka bisa mempersepsi/mengira-ngira mengenai apa yg orang lain pikir
dan rasakan, dan pada usia 12 tahun keatas mereka sudah mampu menganalisa dan
mengevaluasi cara mereka merasakan atau memikirkan sesuatu, begitu juga orang
lain, dan mereka sudah mulai bisa merasakan bentuk empati yang lebih dalam.
Pengetahuan mengenai benar – salah dan
perkembangan emosi mengenai perasaan benar dan salah pada anak usia ini
ditentukan oleh aturan yang ada dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan teman
sebaya mereka. Begitu anak-anak tumbuh dan berkembang, mereka semakin matang
untuk membentuk aturan dan nilai-nilai mereka sendiri dalam kerangka social dan
budaya yang lebih luas. Anak-anak pada usia 6-7 tahun mengetahui adanya aturan,
dan menganggap hal tersebut tidak bisa diubah, dan mereka selalu memikirkan
mengenai hukuman yang akan mereka dapat jika mereka melanggar aturan. Mulai
usia 10 tahun keatas, mereka mulai bisa mempertimbangkan antara tujuan tingkah
laku dan konsekuensinya, mereka juga menyadari bahwa sebuah tingkah laku bisa
memiliki makna berbeda tergantung sudut pandangnya. Mereka juga tahu bahwa
aturan bisa diubah dan dikompromikan.
Gottman dan DeClaire (2008:214)
membahas tentang tahapan perkembangan emosi ketika anak mulai tumbuh dan
berkembang,yaitu :
- Usia 0-6 bulan
Bayi mampu memperlihatkan senyuman
pada beberapa minggu setelah lahir dan melakukan percakapan non verbal dengan
orang tuanya, memperlihatkan ekspresi-ekspresi dan suara suara yang merupakan
awal dari komunikasi emosional. Apabila orang tua peka terhadap bayi, maka
komunikasi emosional akan terjalin dengan baik. Jadi orang tua harus memberikan rasa cinta dan
kasih sayang dan berkomunikasi untuk menciptakan rasa aman kepada anak dan
menjalin kedekatan kepada anak agar anak merasa diperhatikan dan dikasihi.
- Usia 6-8 bulan
Bayi mulai mengenal dan tertarik
dengan orang-orang, benda-benda, dan tempat disekelilingnya, mulai menemukan
cara baru untuk mengungkapkan perasaan senang, takut, kecewa, dan rasa ingin
tahunya. Pada usia delapan bulan bayi mulai merangkak kemana-mana, mampu
mengenali orang yang dijumpai dan takut pada orang yang asing baginya. Bayi
berusaha lekat pada orang tuanya untuk memperoleh rasa aman dan nyaman.
- Usia 9-12 bulan
Bayi mulai memahami bahwa ia dapat
berbagi emosi dengan orang lain yang akan memperkuat ikatan emosionalnya.
Pemahaman ini penting untuk pelatihan emosi.
- Usia 1-3 tahun
Anak mulai senang bertemu dengan
anak-anak yang lain, mulai membangkang dan pada masa ini pengembangan emosi
menjadi sarana yang penting dalam mencegah anak-anak frustasi atau marah-marah.
- Usia 4-7 tahun
Anak senang keluar dari rumah, bertemu
teman baru, dan mempelajari banyak hal karena rasa ingin tahunya. Orangtua
diharapkan mulai melatih anak menahan tingkah laku yang tidak baik, memusatkan
perhatian dan mengatur diri sendiri. Anak harus mulai belajar mengatur emosinya
dan bagaimana berkomunikasi dengan orang lain. Anak mulai takut mimpi buruk,
takut mendengar pertengkaran orang tua, dan takut ditinggalkan. Dan guru atau
orang tua harus memahami apa yang dibutuhkan anak.
Selain stimulasi yang diberikan berdasarkan tahapan perkembangan
emosi anak ada juga stimulasi untuk
perkembangan emosi yang sehat untuk anak yaitu :
- Pengasuhan yang sensitive dan
responsif
- Memahami apa yang dibutuhkan anak
- Tidak bereaksi negatif saat anak
rewel atau marah
- Menanggapi dengan tepat apa yang
menjadi kebutuhan anak
- Senang bermain dengan anak dan
tertarik dengan aktivitas anak
- Penggunaan disiplin positif
- Fokus pada tingkah laku positif
anak
- Menghilangkan tingkah laku
negatif anak tanpa omelan dan hukuman fisik
- Meyakini bahwa tidak ada anak
yang nakal
- Mengajarkan disiplin dengan cinta
dan kasih sayang
- Metode disiplin positif
- Spesial Moment, berarti anak
mendapatkan perhatian yang special dengan kualitas yang khusus sebagai
bentuk dedikasi orang tua padanya di waktu-waktu tertentu. Special moment
merupakan alat untuk membawa self esteem anak naik mencapai derajat
tertentu. Special moment dapat mengambil situasi-situasi yang biasa
terjadi dalam interaksi anak dan orang tua, namun yang melibatkan afeksi
secara mendalam. Untuk anak-anak yang lebih muda, special moment bisa
terjadi saat orang tua memeluk anak ketika bangun di pagi hari,
permainan-permainan seperti saatnya berpelukan atau saat membacakan buku
menjelang tidur.
- I – message, I-message tidak
menyalahkan, tidak menilai tingkah laku yang dipermasalahkan, terutama
ketika bertabrakan dengan kebutuhan yang menyatakannya. I-messages
menggambarkan bagaimana tingkah laku yang tidak bisa diterima berdampak
pada yang menyatakannya, dan bagaimana itu mempengaruhi perasaannya.
I-messages mengkonfrontasi tingkah laku yang dikeluhkan dan bukan
orangnya. Salah satu contoh I-messages adalah sebagai berikut: ” jika kamu
membuang pasir dari kotak pasir ke karpet, maka ibu membutuhkan banyak
waktu untuk membersihkannya, dan ibu tidak suka itu”. Bukan, ”kamu nakal
sekali mengotori karpet dengan pasir”
- Positif Recognition, adalah
Menghargai dan mengapresiasi untuk setiap hal baik yang dilakukan anak,
bisa berbentuk ekspresi fisik (memeluk, mencium, mengelus) atau pemberian
hadiah.
- Konsekuensi tingkah laku,
Anak-anak harus belajar dan diajari bahwa tingkah laku mereka memiliki
konsekuensi. Jika orang tua memberi aturan atau melarang mereka melakukan
sesuatu yang berbahaya, tujuannya adalah mengajarkan mereka mengenai
konsekuensi dari tingkah lakunya. Dengan cara ini, mereka dapat memahami
serta mengapresiasi bahwa orang tua membantu atau melarang dengan tujuan
agar mereka tidak mendapat konsekuensi yang negatif
- Kees-erziehen, merupakan
singkatan kees, merupakan kependekan dari cooperative, encouraging, social
and situation-oriented. Kees-erziehen mengidentifikasi empat kebutuhan
social dasar pada individu yaitu:
•
to belong and feel loved (rasa
dimiliki dan dicintai)
•
to be important (merasa penting)
•
to be able to influence (bisa memberi
pengaruh)
•
to feel protected dan secure (merasa
terlindungi dan aman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar